Wakil Rakyat, Akuntabilitas dan Kredibilitas

oleh ZULKIFLI

BERDASARKAN UU No 22 Tahun 2003 tentang Susduk MPR, DPD dan DPRD dan UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah ditegaskan bahwa anggota DPRD dilarang melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat/pengacara, notaris, dokter praktik, dan pekerjaan profesi lain yang ada hubungannya dengan tugas dan wewenang dan hak anggota DPRD.

Walaupun tidak secara eksplisit dan terang menyebutkan larangan, namun dalam kerangka etik, untuk menjaga kredibilitas dan akuntabilitas maka wakil rakyat sepantasnya tidak menjadi broker atau makelar proyek atas RAPBD yang sudah dibahas kemudian di-sahkan. Bahwasannya pencaloan proyek yang dilakukan oknum wakil rakyat merupakan bentuk “pengkhianatan” kepada kepercayaan rakyat yang telah memilihnya.

Menilik UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi secara tegas melarang siapapun yang menguntungkan diri sendiri ataupun juga orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dengan ancaman pidana 20 tahun penjara.

Sejatinya anggota DPRD adalah wakil-wakil rakyat yang harus mengembang amanat dari rakyat dan tupoksinya adalah melakukan pengawasan anggaran, legislasi dan pembuat peraturan. DPRD yang dihasilkan lewat pemilu legislatif harus memposisikan diri sebagai pengawas pengontrol dan mitranya eksekutif. Untuk menjaga posisi netral dan independensi setiap anggota dewan hendaknya tidak terlibat dan atau bermain proyek, baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan kata lain jangan menggunakan kekuasaan dan jabatan yang melekat untuk mendapatkan dan berperan sebagai makelar proyek.

Sebaliknya fungsi sebagai kontrol dan mengkritisi setiap proyek yang bermasalah tanpa tebang pilih itulah yang harus dilakukan para wakil rakyat tersebut. Sudah seharusnya juga anggota dewan untuk selalu memperhatikan kepentingan masyarakat secara umum sebagaimana visi dan misi serta janji-janji politik saat minta dipilih oleh masyarakat. Yang dinanti masyarakat adalah bukti dan tindakan nyata para wakil rakyat, tidak perlu banyak komentar berpihaknya kepada masyarakat. Skala prioritas untuk masyarakat harus di kedepankan seperti pembangunan infrastruktur, pengentasan kemiskinan pengangguran juga dunia pendidikan dan kesehatan.

Masyarakat selalu berharap wakil-wakilnya menampung serta menyalurkan aspirasi apa yang menjadi hak-haknya masyarakat secara umum sebab anggota dewan sudah menerima gaji besar dan fasilitas yang bersumber dari dana/uang rakyat. Maka dibutuhkan moral dan hati nurani oleh para wakil rakyat itu untuk berbuat dengan sebenarnya menjalankan hak dan kewajiban tugas fungsinya sebagai legislatif. Sesuai kode etik, setiap anggota dewan diwajibkan menjaga kehormatan dari hal-hal yang tercela seperti judi, skandal, dan narkoba selain kewajiban Badan Kehormatan yang ada dalam tubuh DPRD itu sendiri.

Untuk itu, semua elemen di masyarakat seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Ormas, Tokoh Agama, tokoh publik, dan elemen lainnya harus selalu mengingatkan agar para anggota dewan bekerja sesuai tugas dan fungsinya sebagaimana mestinya. Agar program-program yang telah dibukukan dalam APBD aspiratif terhadap masyarakat, bukan sebaliknya menjadi program yang menguntungkan atau sebagai titipan pihak tertentu.(*)

kepak sayap burung tingang

Adalah sebuah perjalanan yang sangat berharga dan syarat pengalaman, saat aku dan teman-teman satu tim melakukan evaluasi sebuah proyek reboisasi yang dibiayai dana alokasi khusus (DAK), sebenarnya ini bukanlah tour ataupun perjalanan rekreasi namun kedua unsur itu terasa mewarnai perjalanan tersebut, saat kami menemui hal-hal yang menarik disepanjang perjalanan baik saat bertolak ataupun saat pulang dari lokasi kegiatan. Itu berlangsung ketika tim kami yang beranggotakan beberapa rekan dari Lembaga Swadaya Masyarakat dan wartawan mengevaluasi dan melakukan survei lapangan pada pelaksanaan proyek reboisasi 2008 tersebut yang konon menurut informasi banyak bermasalah di sebuah kecamatan di Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah yaitu kecamatan Mantangai dan secara geografis wilayahnya terbagi 3 (tiga) Mantangai Hulu, Tengah dan Hilir. Masyarakatnya hidup di sepanjang sungai yang membelah daerah itu dan hampir semua kegiatan dilakukan di sisi sungai seperti memantat/menyadap karet, mengan/berburu, marengge/menangkap ikan dan kegiatan lain industri bangsaw atau sirkel yang mana sekarang sudah banyak yang tidak beroperasi karna adanya penertiban. Dulunya kecamatan ini cukup kaya karna hasil hutannya belakangan daerah ini terkesan tertinggal dari kecamatan lainnya, salah satu penyebab banyak anggota masyarakat kehilangan mata pencaharian kegiatan industri pengolahan kayu atau bangsaw/sirkel karna sudah banyak yang tutup dan menyisakan masalah hilangnya lapangan pekerjaan.

Kami melakukan perjalanan lewat darat dengan menggunakan sepeda motor melewati beberapa perkampungan dan daerah hunian transmigrasi dimana sebahagian daerah ini juga merupakan eks lokasi lahan gambut atau yang disebut lahan sejuta hektare yang sudah banyak menimbulkan dan menyisakan permasalahan, meskipun infrastruktur jalan di daerah ini sudah banyak yang dibuka sehingga memudahkan akses transportasi darat, kami melakukan perjalanan estafet dengan menyinggahi beberapa lokasi yang kami anggap dapat memberikan masukan dan data yang kami butuhkan termasuk melakukan wawancara dengan beberapa masyarakat, kadang ada beberapa tempat yang cukup rawan dan medan yang sulit untuk dilalui kadang membuat kami sedikit takut dan khawatir kadang pula kami temui hal-hal yang menyenangkan seperti saat melihat kera-kera bergelantungan bermain di atas pepohonan, menyaksikan keindahan burung-burung tingang (bucerotidae) yang hinggap dan mengepakan sayapnya di dahan pohon yang tinggi saat mentari akan terbenam, burung tingang adalah jenis burung di Kalimantan Tengah yang memiliki keelokan dan keindahan dan jenis burung ini telah memberikan inspirasi pada hal-hal yang bersentuhan dengan seni dan budaya bagi masyarakat Kalimantan Tengah, secara ekologi burung ini juga membantu regenerasi hutan konon burung tingang menyebarkan biji, sungguh menyaksikan itu seperti menikmati puisi alam. Hal yang unik dan mengandung nilai historial ketika kami singgah di desa Keladan seberang di sana cukup banyak terdapat makam leluhur warisan kepercayaan asli suku dayak yakni Kaharingan, makam itu disebut sandung bentuknya seperti bangunan rumah yang cukup tinggi terletak tidak begitu jauh dari pemukiman warga di pinggiran sungai. Menyaksikan dan keluguan dan kepolosan masyarakat setempat yang jauh dari hiruk pikuk kehidupan kota, anak-anak yang bermain begitu merdekanya walau hanya dengan permainan tradisionil, ibu-ibu dan gadis-gadis cantik yang menganyam tikar rotan itulah pemandangan di sana.

Kami berhenti di beberapa lokasi sambil mengevaluasi hal-hal yang kami butuhkan sambil membuat catatan-catatan yang di anggap penting. Walau tidak semua tempat sempat kami kunjungi, kami bisa menarik kesimpulan betapa keluguan dan kepolosan masyarakat di sana yang sudah banyak dibodohi oknum-oknum yang hanya ingin mengeruk keuntungan materi, seperti halnya beberapa petani yang berhak dan ingin benar-benar melaksanakan kegiatan reboisasi dengan bantuan dana untuk bibit dari pemerintah malah banyak yang tidak mendapatkan, dan nama-nama yang terindikasi fiktif yang muncul dalam nama kelompok tani. Belum lagi adanya tumpang tindih lahan-lahan di daerah itu sungguh hal yang banyak merugikan warga setempat, pemerintah dan kita. Sampai hari ini aku masih menyimpan kesan yang dalam atas perjalanan yang sangat berharga ini, dalam hati kecil aku hanya berharap dan berdoa kelak Mantangai dan masyarakatnya bisa lebih maju dan hak-hak masyarakat dalam proses pembangunan benar-benar terpenuhi dan diwujudkan secara adil.-